Oleh: Dr. Mian M. Abbas - Alabama, USA
Alih bahasa: A.Q. Khalid
Dalam kitab suci Al-Quran banyak referensi mengenai gunung-gunung dengan deskripsi yang bersifat grafis tentang fitrat dan manfaatnya bagi kehidupan manusia. Tujuan artikel ini adalah untuk mengemukakan telaah singkat atas beberapa ayat tentang gunung-gunung dikaitkan dengan hasil investigasi ilmiah masa kini tentang asal mula dan pembentukannya. Mengingat topik ini secara langsung terkait dengan penafsiran dari ayat-ayat Al-Quran tentang penciptaan alam semesta serta phenomena alamiah secara umum, maka kami akan memulainya dari masalah konformitas ayat-ayat Al-Quran dengan pengetahuan ilmiah.
Al-Quran Dan Ilmu Pengetahuan
Al-Quran menyebut dirinya sebagai buku yang membawa petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa sebagaimana diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad saw lebih dari 1400 tahun yang lalu. Kitab ini mengemukakan ajarannya secara rasional dan filosofis agar tercipta keimanan yang teguh pada eksistensi Tuhan dan segala Fitrat-Nya:
‘Inilah kitab yang sempurna, tiada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.’ (S.2 Al-Baqarah:3)
Kitab ini mengakui superioritas atau kelebihan dari mereka yang berpengetahuan di atas mereka yang tidak berpengetahuan (S.39 Az-Zumar:10) dan mengajak manusia agar merenungi phenomena alam yang luas di sekitar kita sebagai bukti tentang eksistensi sang Maha Pencipta dan Maha Pemelihara. Ada 750 ayat dalam kitab ini menyuruh pembacanya untuk merenungi dan meneliti phenomena alam di sekeliling kita dalam berbagai bidang pengetahuan termasuk astronomi, kosmologi, fisika dan biologi. Dinyatakan Al-Quran bahwa:
‘Dalam kejadian seluruh langit dan bumi dan pertukaran malam dan siang sesungguhnya ada tanda-tanda bagi orang yang berakal.’ (S.3 Ali Imran:191)
Salah satu dari premis dasar dalam ajaran Al-Quran adalah tentang telaah mendalam mengenai hakikat bumi, benda-benda langit, asal mula alam semesta serta asal mula kehidupan, dimana semua itu menggiring manusia kepada pembuktian melimpah akan eksistensi Tuhan. Tambah mendalam seseorang mempelajari proses penciptaan dan phenomena alamiah di alam semesta, tambah banyak alasan dan pembuktian yang mendukung keyakinan pada eksistensi Tuhan dan segala Fitrat-Nya. Asumsi dasar yang digunakan ialah tidak ada konflik atau pertentangan di antara temuan kita mengenai hukum alam atau ilmu pengetahuan, dengan wahyu Ilahi atau ajaran dan deskripsi Al-Quran mengenai phenomena alam.
Sambil mendorong pembacanya untuk merenungi ciptaan Tuhan berupa alam semesta dan segala sesuatu yang berada di dalamnya, kitab suci Al-Quran memberikan deskripsi grafis dan wacana tentang penciptaan bumi, benda-benda langit serta keragaman phenomena alam. Sebagian dari ayat-ayat itu bisa ditafsirkan secara harfiah, sedangkan yang lainnya harus ditafsirkan secara metaforika berkenaan dengan keruhanian atau nubuatan masa depan. Seringkali ayat-ayat Al-Quran ini bisa ditafsirkan secara harfiah dan sekaligus juga secara ruhaniah. Jika mengutarakan topik yang tidak terlaku dipahami atau pengetahuan manusia pada saat itu masih bersifat spekulatif, maka penafsiran harfiah hanya bisa diterima jika sejalan dengan tingkat pengetahuan di tiap zaman. Dengan diperolehnya pengetahuan baru, penafsiran biasanya direvisi menurut wacana yang lebih mendalam tentang subyek bersangkutan.
Hanya saja jelas bahwa penafsiran Al-Quran tidak bisa dilakukan seenaknya saja. Petunjuk umum dan ketentuan cara penafsiran telah diatur oleh Al-Quran(1) sendiri dengan cara menentukan adanya dua kategori jenis ayat-ayat yaitu yang jelas dan bersifat desisif dalam maknanya, sedangkan bentuk ayat yang lainnya tidak bersifat definitif dan bisa ditafsirkan secara berbeda. Mengenai ini dinyatakan:
‘Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab kepada engkau, di dalamnya ada ayat-ayat yang muhkamat (bersifat desisif), itulah dasar-dasar Al-Kitab dan yang lain adalah ayat mutasyabihat (alegoris). . .’ (S.3 Ali Imran:8)
Ayat-ayat yang bersifat alegoris masuk dalam kategori kedua dan biasanya menyangkut analogi keruhanian atau bisa jadi nubuatan yang bentuk dan saatnya masih belum jelas. Petunjuk umum yang diberikan Al-Quran untuk menafsirkan ayat-ayat yang tidak desisif atau bisa ditafsirkan bermacam-macam demikian, ialah maknanya harus dikoroborasikan atau didukung oleh ayat-ayat yang desisif serta tidak bertentangan dengan ayat-ayat lain dalam Al-Quran. Kitab suci ini menjadi penafsir dan penterjemah dirinya sendiri.
Ayat-ayat Al-Quran Tentang Hakikat Gunung-gunung
Tujuan artikel singkat ini adalah untuk membahas beberapa ayat dalam Al-Quran yang berkaitan dengan hakikat dari gunung-gunung, terkait dengan hasil temuan ilmiah terkini tentang asal mula dan evolusinya. Dalam Al-Quran banyak referensi tentang hakikat dan kegunaan gunung-gunung, khususnya ayat-ayat berikut di bawah ini yang mengandung deskripsi grafis dan adanya berbagai penafsiran berbeda tentang hal itu.
‘Dan Dia telah menegakkan di bumi gunung-gunung, supaya jangan sampai berguncang bersama kamu dan sungai-sungai serta jalan-jalan, supaya kamu dapat menemukan jalan ke tempat yang dituju.’ (S.16 An-Nahl:16)
‘Tidakkah Kami telah menjadikan bumi ini sebagai hamparan dan gunung-gunung sebagai pasak?’ (S.78 An-Naba:8)
‘Dan apabila gunung-gunung digerakkan.’ (S.81 At-Takwir:4)
‘Dan Kami telah membentangkan bumi ini dan Kami tegakkan gunung-gunung yang kokoh di dalamnya dan juga Kami tumbuhkan di dalamnya segala sesuatu dengan perimbangan yang tepat.’ (S.15 Al-Hijr:20)
‘Dan Dia menetapkan di dalamnya gunung-gunung yang menjulang di atas permukaannya dan memberkatinya dengan berlimpah-limpah dan Dia menyediakan di dalamnya kadar makanan-makanan dalam empat periode sama rata bagi semua pencahari.’ (S.41 Ha Mim Sajdah:11)
‘Dan engkau melihat gunung-gunung yang engkau anggap terpancang kokoh kuat, berlalu bagaikan berlalunya awan. Itulah karya Allah yang telah menjadikan segala sesuatu sempurna. . .’ (S.27 An-Naml:89)
Ayat-ayat Al-Quran di atas bisa ditafsirkan menurut pengertian ruhaniah dimana makna dari gunung-gunung adalah kekuatan duniawi atau pribadi-pribadi ruhaniah yang akbar seperti para rasul Tuhan dan karena itu merupakan nubuatan yang sebagian sudah mewujud dan yang lainnya akan merupa pada saatnya. Penafsiran phisikal juga ada diberikan berkaitan dengan pandangan ilmu pengetahuan di suatu masa serta sudah dibahas secara rinci dalam beberapa tafsir akbar Al-Quran(2 – 4).
Dalam artikel ini kami akan memfokus pada ruang lingkup tafsir phisikal atau harfiah dikaitkan dengan tingkat ilmu pengetahuan di masa kini. Telaah mendalam serta renungan atas ayat-ayat di atas membawa kita kepada konsep umum Al-Quran tentang gunung-gunung yang telah diwahyukan lebih dari 1400 tahun yang lalu, yaitu:
Permukaan bumi dimana kita hidup selalu terpengaruh oleh gerakan yang ada di bawah kita.
Gunung-gunung berperan sebagai pasak bumi atau pancang yang menahan gerakan benda.
Formasi dan eksistensi dari gunung-gunung mempunyai peran dalam terciptanya jalan-jalan, sungai-sungai, air minum, makanan manusia dan sarana kebutuhan eksistensi mahluk hidup lainnya.
Gunung-gunung di mata kita terlihat stasioner dan terhunjam teguh di permukaan bumi, padahal mereka sebenarnya bergerak dan gerakan mereka itu mirip dengan awan.
Tinjauan Al-Quran seperti yang digariskan di atas, khususnya ayat surah An-Naml:89, kelihatannya seperti bertentangan dengan pandangan umum tentang kekakuan atau rigiditas bumi dan gunung-gunungnya dan telah menjadi suatu hal yang menyulitkan bagi para juru tafsir di masa lalu. Namun dalam beberapa dasawarsa terakhir banyak sekali informasi yang telah terungkap tentang formasi, struktur, sejarah geologis dan proses internal daripada bumi. Bumi sekarang ini tidak lagi dipandang sebagai suatu wujud badan yang solid dan rigid lagi, tetapi sebagai planet yang dinamis, hidup dan selalu berubah. Akibat dari itu adalah munculnya bidang studi yang disebut plate tectonics (tektonika lempengan bumi). Temuan di bidang studi ini nyatanya sejalan dengan subyek Al-Quran yang kita bahas di atas dan kami akan mengulas dasar-dasar sifat teori tersebut yang sekarang sudah sama diterima oleh komunitas ilmu pengetahuan. Meski telah diusahakan untuk menyederhanakan ulasan ini, pembaca yang tidak tertarik pada rincian ilmiah bisa langsung beralih ke topik berikutnya.
Plate tectonics
Suatu hal yang tadinya tidak masuk akal dikemukakan sekitar tiga abad yang lalu bahwa massa daratan raksasa seperti Asia, Eropah dan Amerika nyatanya tidak terpancang teguh di permukaan bumi dan sebenarnya bergerak ke beberapa arah. Tetapi baru pada tahun 1912, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener mempublikasikan pandangannya yang kontroversial tentang pergeseran benua dimana menurutnya 300 juta tahun yang lalu semua benua-benua besar sebenarnya bersatu dalam satu massa daratan, yang kemudian bergeser menjauh satu sama lain. Satu-satunya bukti yang signifikan dari pandangannya pada saat itu adalah pencocokan jigsaw dari struktur-struktur geologis massa daratan benua-benua yang berbatasan serta persamaan tanaman dan kehidupan hewannya. Selama masa hayatnya, teorinya ini dianggap sebagai suatu yang absurd dan baru pada tahun 1960-an mendapat perhatian serius orang. Melalui investigasi yang melibatkan beberapa disiplin keilmuan, termasuk observasi satelit angkasa, muncullah bidang studi baru yang disebut plate tectonics tersebut. Rangkuman dari sifat-sifat dasar teori tersebut dan pengetahuan yang dimiliki manusia sekarang ini tentang proses geologis bumi akan dirinci di bawah ini. Deskripsi yang lebih rinci bisa dilihat dalam referensi(5 – 8).
1. Bagian dalam bumi terdiri dari dua inti dalam dan luar berbentuk besi dan nikel cair dengan temperatur 5500o. Daerah ini dikitari oleh bagian yang lebih dingin dan lebih tebal dari bahan bebatuan dengan ketebalan 3000 kilometer yang disebut sebagai mantel bumi. Daerah paling luar adalah bagian tipis yang disebut sebagai kerak bumi. Bagian ini mengapung di atas mantel laiknya rakit di atas air danau. Kerak ini terdiri dari kerak benua (continental crust) di atas mana kita hidup, sifatnya ringan dan tebalnya sekitar 100 kilometer, sedangkan yang lainnya adalah kerak samudra (oceanic crust) yang terdiri dari material bebatuan yang lebih padat dan berada di bawah lautan.
2. Kerak bumi terdiri 12 lempengan seperti Eurasia, Afrika dan Amerika yang mengambang di atas mantel dalam. Lempengan tersebut terdorong bergerak dalam suatu pola lingkaran yang kompleks, dimana ada lempengan yang bergerak mendekat, ada yang bergerak menjauh dan ada pula yang saling menggeser dengan lempengan lain. Meski kecepatan gerak lempengan itu terlalu kecil untuk bisa dilihat mata karena hanya beberapa sentimeter per tahunnya, tetapi dalam jangka waktu ratusan juta tahun maka jaraknya menjadi amat besar seperti yang kita jumpai antar benua sekarang ini.
3. Jika dua lempengan benua bergerak tepung satu sama lain maka bahan yang terdapat di tepian lempengan akan naik mencuat permukaannya dimana terciptalah gunung-gunung pada saat itu. Adapun lempengan samudra bila mendekat atau bergerak menjauh satu sama lain, akan mencipta palung-palung di dasar samudra. Dengan demikian gunung-gunung nyatanya mewujud akibat dari gerakan dan benturan lempengan benua. Lempengan India terlepas dari lempengan Afrika sekitar 200 juta tahun yang lalu dan kemudian bertumburan dengan lempengan Eurasia dengan akibat terbentuknya dataran tinggi pegunungan Himalaya yang besar itu. Lempengan benua raksasa ini masih tetap bergerak dan karena itu pegunungan Himalaya masih terus bertambah tinggi sampai dengan hari ini.
4. Apa yang menjadi hakikat dari daya yang menggerakkan lempengan tektonik raksasa itu masih belum dipahami sepenuhnya dan masih terus diteliti secara intensif. Namun pada umumnya disepakati bahwa daya gerak itu muncul dari proses konfeksi dan sirkulasi bahan mantel yang terdorong dari inti bumi yang panas. Prosesnya mirip dengan air panas di dalam teko yang dipanasi dari bawah. Meski terlihat ajaib, sebenarnya kaidah fisika dan proses dasar yang terdapat dalam sirkulasi mantel di dalam bumi adalah sama dengan sirkulasi udara di atmosfir yang naik di daerah tropis dan turun di daerah bujur yang lebih dingin. Proses itu juga yang membentuk awan-awan di atmosfir bumi.
5. Bagian dalam bumi selama ini berubah terus menerus, dan merupakan media yang hidup dan dinamis sejak mewujudnya sekitar 4,6 milyar tahun yang lalu. Gerak dari lempengan tektonik mengarah pada pembentukan atau penghancuran dari massa daratan, gunung-gunung di permukaan bumi serta palungan di dasar samudra. Tanpa adanya gerakan dari lempengan tektonik maka massa daratan beserta semua gunung-gunungnya sudah lama sirna sejak dulu akibat dari proses erosi yang berkelanjutan. Seluruh bumi tentunya sudah tertutup oleh lautan. Mahluk daratan dan kehidupan manusia seperti yang sekarang ada di muka bumi yang memiliki sungai, air minum, sumber makanan dan kebutuhan lain bagi eksistensi manusia, jadinya tidak mungkin tanpa adanya gerakan dari lempengan tektonik serta keberadaan gunung-gunung.
Apakah konsep dan proses luar biasa yang diuraikan di atas itu hanyalah reka-rekaan berdasar suatu teori baru yang masih harus diuji? Apakah kita memiliki bukti telaah yang cukup untuk membenarkan ide yang revolusioner demikian? Jawaban singkatnya adalah sekarang ini banyak bukti meyakinkan yang diperoleh dari berbagai bidang studi (seperti struktur geologi, magnetit, fosil-fosil, hayati tumbuhan dan hewan dan lain sebagainya) yang membuktikan bahwa teori lempengan tektonik itu memang benar adanya. Semua ini marak sekitar 50 tahun terakhir. Bukti yang paling persuasif diperoleh dari telaah langsung atas gerakan benua-benua melalui instrumen berbasis daratan dan yang dibawa satelit angkasa. Semua observasi yang dilakukan secara amat presisi itu mengindikasikan bahwa benua-benua bergerak satu sama lain. Benua Amerika Utara contohnya, bergerak menjauh dari Eropah sekitar 3 sentimeter setiap tahunnya. Meski gerakan itu sepertinya amat kecil, tetapi nyatanya telah mencipta samudra Atlantik dalam kurun waktu 300 juta tahun.
Wahyu Al-Quran Tentang Gunung-Gunung
Perbandingan dari pengetahuan manusia yang paling anyar tentang fitrat dari gunung-gunung berdasar bahan-bahan dasar lempengan tektonik seperti yang digariskan di atas, dengan deskripsi ayat-ayat Al-Quran tersebut, mengindikasikan adanya validasi yang mencengangkan dari ayat-ayat yang diwahyukan lebih dari 1400 tahun yang lalu. Disamping penafsiran metaforika, sekarang kita juga bisa meyakini bahwa deskripsi Al-Quran tentang gunung-gunung ternyata juga benar secara harfiah, meski di masa lalu sepertinya tidak masuk akal. Dari penelitian ilmiah, sekarang ini kita mengetahui bahwa:
Walau pegunungan terlihat stasioner dengan massa yang demikian masif dan rigid, nyatanya mereka secara phisikal juga bergerak relatif terhadap benda-benda lain di permukaan bumi.
Pegunungan mempunyai peran yang sama dengan pasak atau pancang di bumi guna menahan gerakan benda-benda lain, meski pasak itu sendiri atau gunung itu ikut bergerak.
Proses phisikal yang menyebabkan gerakan dari gunung-gunung, ajaibnya mirip dengan proses pembentukan dan gerakan awan yaitu konfeksi dan sirkulasi massa udara di atmosfir bumi.
Pembentukan atau formasi pegunungan menjurus pada eksistensi dari massa daratan, jalan-jalan dan bentuk sarana transportasi darat, disamping juga munculnya sungai-sungai dan air segar. Kehidupan manusia dan mahluk lainnya seperti yang kita lihat di muka bumi sekarang ini, tidak akan mungkin tanpa adanya proses yang menjurus pada pembentukan pegunungan.
Wahyu dan validasi dari rahasia-rahasia tersembunyi di alam serta pembentukan pegunungan sungguh merupakan suatu yang ajaib. Suatu deskripsi yang jelas dan grafis tentang hakikat pegunungan telah terbuka bagi para pembaca Al-Quran sejak lebih dari 1400 tahun yang lalu namun nyatanya baru belakangan ini tafsir ayat-ayatnya menjadi jelas benar. Dari sini kita bisa melihat bahwa ayat-ayat Al-Quran terus menerus mendapatkan validasinya di setiap zaman dengan adanya temuan dan pengetahuan baru, yang semuanya menjadi bukti guna memperkuat keimanan pada asal mulanya dari Ilahi.
Kami akhiri bahasan ini dengan dua ayat Al-Quran yang bersifat nubuatan tentang kedua aspek itu:
‘Sesungguhnya Kami-lah yang telah menurunkan peringatan ini dan sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya.’ (S.15 Al-Hijr:10)
Ayat ini mengandung salah satu nubuatan luar biasa tentang Al-Quran, dimana pemenuhannya merupakan bukti berkelanjutan bahwa ia memang berasal dari Tuhan. Kitab ini selain mengungkapkan janji untuk menjaga kesucian ayat-ayat yang diwahyukan dari segala perubahan dan interpolasi, tetapi yang lebih penting lagi ialah validitas maknanya serta penafsirannya dengan berjalannya waktu. Bahwa teks phisikal Al-Quran secara kata demi kata adalah identik dengan Al-Quran yang diwahyukan di masa Rasulullah saw sudah sama diakui dan tidak bisa dipungkiri dari telaah-telaah ilmiah. Yang sekarang ini dipenuhi adalah janji pemeliharaan validitas penafsiran serta isi intelektualnya. Percepatan akumulasi kemajuan ilmu pengetahuan telah menjadi bukti yang menguatkan sumber Ilahiahnya, sejalan dengan pernyataan:
‘Maka tidakkah mereka ingin merenungkan Al-Quran? Dan andaikata Al-Quran ini dari wujud lain yang bukan Allah, niscaya mereka akan mendapati di dalamnya banyak pertentangan.’ (S.4 An-Nisa:83)
Referensi:
Al-Quran: Surah dan ayat yang diberikan didasarkan pada penomoran mulai dari Bismillah. Terjemah disini dikutip dari Al-Quran dengan terjemahan dan tafsir singkat (1987), Jemaat Ahmadiyah Indonesia, ed. 2.
Al-Quran dengan terjemahan dan tafsir singkat (1987), Jemaat Ahmadiyah Indonesia, ed. 2.
Revelation, Rationality, Knowledge and Truth, Mirza Tahir Ahmad, Islam International Publ., London, 1998, h.307-311.
The Bible, the Quran and Science, Maurice Bucaille, Dar Al Maarif, Mesir, 1977.
This Dynamic Earth, W. Jacquelyne Kious & Robert I. Tilling, US Geological Survey Publ., Washington DC, 1999.
The Dynamic Planet, W. G. Ernst, Columbia University Press, New York, 1990.
Continents in Motion, W. Sullivan, McGraw-Hill, New York, 1991.
Physical Geology, N. K. Coch & A. Ludman, MacMillan, New York, 1991.
Untuk pandangan alternatif, pembaca dipersilakan juga melihat Revelation, Rationality, Knowledge and Truth, karangan Mirza Tahir Ahmad, yang telah menjawab sejumlah pertanyaan tentang hal di atas dan beberapa subyek-subyek yang terkait sebagaimana telah kami kemukakan dalam beberapa terbitan majalah Review of the Religion di masa lalu.
Tentang pengarang:
Profesor Dr. Mian Abbas Ph.D. adalah seorang ilmuwan ruang angkasa atau astrophysicist di NASA Marchall Space Flight Centre di Alabama. Ia telah menulis sejumlah karangan dan hasil risetnya telah dipublikasikan dalam beberapa media jurnal pengetahuan dan tehnik.
0 komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Komentar, Kritik dan Saran Anda Disini !!! Ini Blog DOFOLLOW Tapi NO SPAM ya?